Aksi Bringas Jerry

Tragedi penyusupan hewan pengerat secara sporadis

Nanda
8 min readNov 9, 2020

Dering keras alarm pukul enam pagi itu membuat gue terbangun setengah sadar. Dengan mata yang masih ingin sekali menutup, gue membangunkan tubuh dan segera melangkahkan kaki menuju meja di dekat kasur untuk mematikan suara-suara berisik itu.

Seperti rutinitas pagi biasanya, gue coba mengawali hari dengan mencuci muka, minum air putih setengah gelas, dan menghirup udara sejuk sembari melakukan olahraga-olahraga kecil.

By the way, menyapu lantai termasuk olahraga kan ya?

Intermeso

Ketika nyawa udah terkumpul dan mood juga lagi bagus-bagusnya, barulah gue siap untuk menuntaskan segala tugas dan kewajiban di hari itu.

Tapi sebelum benar-benar mengerjakan tugas, biasanya gue memeriksa list tugas apa saja sih yang bisa gue babat dan terpilihlah beberapa tugas yang rupanya harus dilaporkan dalam waktu dekat.

Biasanya sih kalau udah berurusan dengan tugas seperti ini, gue sanggup berlama-lama nangkring di depan laptop sampai lupa makan, lupa balas pesan, hingga lupa nama sendiri.

Gak deng.

Ya, pokoknya anteng banget deh sampai tugas itu tertuntaskan.

Suasana Pagi Yang Berbeda

Pukul enam sampai sembilan pagi suasana kostan gue terbilang masih sepi dan cukup menenangkan, jadi cocok banget untuk dipakai meditasi, belajar atau bekerja.

Tapi, pagi itu menjadi pagi yang berbeda dari biasanya.

Terdengar bunyi grasak-grusuk entah dari mana, dan cukup mengganggu pikiran gue. Intensitas bunyi yang terdengar berbanding lurus dengan waktu, makin lama makin kencang.

Perasaan gue udah mulai enggak enak nih, tapi gue masih lebih memilih untuk tetap fokus pada apa yang akan gue kerjakan.

Sekali dua kali masih oke lah, tapi ini kok makin radikal dan menggelegar ya bunyi-bunyiannya. Karena merasa ini mengganggu banget, akhirnya gue cek tuh dari mana dan apa sih sumber sebenernya.

Gue keluar kamar, tengok kanan kiri kok enggak nampak apa-apa. Ketika gue masuk ke kamar lagi kok bunyi-bunyiannya justru datangnya dari singgasana gue ya (baca: kamar mandi).

Duh, perasaan gue makin enggak enak banget kan. Ada yang enggak beres nih kayaknya.

Tanpa pikir panjang, gue segera ambil sapu dan memegangnya layaknya sebuah pedang anggar.

Berhubung gue cupu dan kagetan, ya gue mampunya cuma mukul-mukul pintu kamar mandi pake sapu untuk memastikan ada reaksi enggak nih dari aksi yang gue berikan.

Tapi kok bunyi-bunyiannya jadi enggak ada.

Wah, makin gak beres nih. Gue semakin penasaran dengan apa yang ada di dalam sana. Asli, gue gugup banget buat coba buka pintunya. Tapi karena ini menyangkut singsana gue, ya gue harus rebut kembali apapun yang terjadi.

Beneran gue buka dong pintunya sedikit demi sedikit sembari memasang posisi siap kabur kalau ada sesuatu yang mengancam. Gue tengok-tengok lagi kok enggak ada apa-apa. Semakin gue buka lebar itu pintu, baru ketahuan deh tuh siapa pelaku bunyi-bunyiannya.

Ada tikus gede banget dong ternyata!

Ilustrasi tikus versi imut (Sumber: Shadowlord Inc)

Kemunculan Awal Jerry

Masih ingat betul, gue dan Jerry sempat face to face selama kurang lebih sedetik dua detik.

Hitam, dekil, dan gede banget perawakannya.

Gue yang notabenenya punya ukuran berkali-kali lipat dibuat takut oleh kenampakan si Jerry ini.

Gawat, ini mimpi buruk.

Sekejap tubuh gue kaku, karena jujur gue kurang begitu akrab sama hewan-hewanan. Apalagi hewan yang enggak friendly kayak si Jerry ini kan. Bisa-bisanya dia masuk tanpa izin. Coba dia datangnya sambil mengetuk pintu, kan gue lebih enak untuk menjamunya.

Karena panik tingkat dewa, akhirnya gue refleks nyodokin sapu yang gue pegang tepat ke arah badannya bak pemain billiard handal.

DAN GUE JADI SEMAKIN TAKUT KARENA DIA BERGERAK MELAWAN!

Enggak tenang dan justru makin panik, lantas gue memutuskan untuk lompat ke atas kasur dengan masih memegang sapu dibarengi dengan kucuran keringat yang membasahi sekujur tubuh dan kaki yang gemetar begitu kencangnya.

Ilustrasi sink kamar mandi, sayangnya punya gue enggak dibuat permanen seperti ini (Sumber: iDEA Online)

Tanpa merasa bersalah sedikitpun, Jerry dengan bangga masuk ke dalam kamar gue dan bersembunyi di belakang lemari.

May day may day! Olympus has fallen!

Di titik itu gue merasakan yang namanya serangan kecemasan. Gue takut dan enggak tahu harus ngapain. Tapi, gue juga sempat berfikir masa iya gue takut dengan mahkluk seukuran itu. Ayah gue kan tentara, malu dong kalau enggak bisa menghadapi dan mengusirnya.

Tiba-tiba bayangan Ayah dan Ibu seakan-akan muncul di pundak kiri dan kanan gue menyaut dengan lembut,

“Kamu bisa, nak”

Dorongan ilusi seperti itu membuat gue pada akhirnya tergerak untuk melakukan perlawanan. Yaudah deh tuh, gue coba tarik nafas tapi ya gue tetap enggak berani menyerang secara lansung.

Gue tetap pake metode pukul-pukul lemari dengan sapu dari kejauhan.

Ketika gue pukul-pukul, kok dia malah berdecit-decit kan.

Wah, Jerry rupanya meledek gue nih. Berani betul ya, Jer! Awas aja.

Merancang Strategi

Seketika gue melirik ke arah pintu yang keadannya masih tertutup. Kalau gue tetap menggencarkan serangan, nanti dia malah enggak keluar dan malah muter-muter di kamar gue yang luasnya 3.5 x 4.5 m ini.

Wah gawat nih gawat, gue enggak boleh gegabah untuk melawan dia sendirian.

Jerry terlalu tangguh.

Gue kepingin banget keluar untuk mencari aliansi perang, tapi waktu yang diperlukan untuk membuka pintu kamar gue agak cukup lama.

Enggak bisa sekali atau dua kali putar saja, karena antara lubang pintu dengan kuncinya seperti kurang pas. Di samping itu gue juga takut kalau Jerry tiba-tiba menyerang dari belakang. Tapi enggak mungkin sih, ya tapi mungkin-mungkin saja terjadi.

Gue pun menghela nafas, dan segera lompat dari atas kasur dengan penuh percaya diri langsung tepat, persis, dan akurat ke depan pintu kamar yang jaraknya kurang lebih dua meter.

Bersyukur banget gue telah dianugerahi kaki yang panjang ini.

Pintu pun berhasil terbuka, terus langsung gue kunci dari luar. Biar si Jerry enggak bisa kemana-mana.

Mampus lu, Jer!

Memanggil Bala Bantuan

Tanpa berfikir harus ambil sendal dulu, gue langsung ke rumah penjaga kos tanpa alas kaki.

Ibuk, bapaknya ada? saya mau ada minta tolong nih bu sama bapak” gue berusaha tenang tapi masih keliatan kalau sedang cemas.

Oh bapaknya lagi keluar mas, coba sama anak saya aja” si Ibuk menunjuk ke arah anaknya

Bang, tolongin kamar gue bang ayo bang sekarang bang. Parah banget bang ada tikus bang ayo bang” gue menarik-narik lengan anak ibu kos itu.

Berhasil merekrut prajurit perang, membuat gue sangat terbantu utamanya secara moril.

Layaknya dua pendekar yang ingin bertempur, gue juga membekali Abang itu dengan sapu yang sama panjangnya dengan punya gue.

“Nih, senjata lu bang” gue menyerahkan sapu dengan penuh harapan.

Si abang yang bingung dan seperti merasa gue aneh kini telah bersenjata juga.

Tapi tetap,

Yang gue suruh masuk ke kamar duluan ya si Abangnya. Gue membuntuti dari belakang.

Bang, masuk duluan bang. Nanti gue cover dari belakang” gue berlagak sok berani.

Si Abang tanpa rasa takut sama sekalipun langung menginspeksi seisi kamar gue. Sementara gue tetap berdiri di atas kasur sembari mengarahkan si Abang untuk tetap mencari sampai dapat.

Mana nih gaada cuy” kata si Abang.

Ada bang asli gede banget, gak mau tau gue pokoknya harus ketemu. Coba tuh digodok-godok lagi pasti sembunyi dia. Pokoknya lu enggak boleh cabut dulu bang sebelum tikusnya keluar” gue memaksa.

Si Abang pun mulai menggoyang-goyangkan lemari.

Bang tunggu bang, gue buka pintu dulu biar kalo dia ngacir arahnya keluar” gue belajar dari pengalaman.

Oke!” si Abang menunjukan kekompakannya.

Kepergian Jerry

Kencangnya goyangan lemari si Abang sambil ditusuk-tusuknya sapu ke bagian belakang lemari, membuat decitan itu muncul lagi.

“Cit cit cicicit… Cit cit cicicit!” Jerry sepertinya berpesan

Yang gue tangkap mungkin seperti ini,

“Oke-oke gue keluar, lu enggak asik ah mainnya keroyokan”

Serangan yang tepat sasaran. Mungkin karena merasa tertekan, akhirnya si Jerry menampakkan rupanya dan keluar dari kamar gue dengan begitu cepatnya.

Musik kemenangan seakan-akan berkumandang.

Gue pun tak lupa untuk mengucap banyak terima kasih ke pada si Abang yang hari itu menjadi pahlawan untuk gue.

Antisipasi Harga Mati

Sejenak gue lega, tapi belum betul-betul lega karena Jerry masih berpotensi kembali.

Setelah gue identifikasi, ternyata dia naik melalui pipa sink kamar mandi yang rupanya begitu mudah dibobol olehnya.

Gue yang was-was ini akhirnya menutup kembali sink itu dan menambahkan beban di atasnya.

Masalah terselesaikan, tapi gue menjadi hilang mood untuk mengerjakan apapun.

Gue melanjutkan sisa hari dengan hanya berbaring dan menghibur diri. Gue juga menelepon salah satu sahabat karib untuk mendapat dukungan moril dan berbagi kepanikan bersama.

Sampai keesokan harinya…………..

Serangan Sporadis Jerry Jilid Dua

Oh iya, alasan kenapa gue sebut kamar mandi itu singgasana karena biasanya setiap pagi gue punya semacam budaya rutin, yaitu pupi (buang air besar) sambil berkontemplasi.

Tapi saat itu gue sambil membawa handphone juga.

Kamar mandi gue tuh jadi sumber inspirasi banget, tempat yang paling enak buat merenung dan merencanakan sesuatu. Pupinya mah sebentar, cuma berimajinasinya ini yang lama. Ibarat satu sks, ya sepuluh menit pupi empat puluh menitnya berkontemplasi.

Back to story,

Dua puluh sembilan Oktober dua ribu dua puluh pukul delapan lima belas.

Gue enggak akan pernah lupa hari dan waktu itu. Seperti biasa, sebelum berkegiatan gue wajib banget untuk melestarikan budaya itu. Tapi sedari awal gue sudah ada firasat yang enggak enak, cuma ya gue abaikan aja.

Di kloset duduk, gue jongkok seperti biasa kemudian membuang sisa-sisa metabolisme sambil merenungkan beberapa hal strategis.

Semua nampak aman sampai suatu ketika di mana…

Gue masih hafal betul kalau gue benar-benar belum mengeluarkan ampas-ampas kehidupan sedikitpun. Tapi kok gue merasa di lubang itu nampak seperti terisi penuh gitu.

Gue heran banget.

Tibanya gue tengok ke bawah,

ANJIR, ADA MONCONG SI JERRY DONG!

GUE PANIK,

GUE CEMAS,

GUE TERIAK KAGET,

Ilustrasi masuknya tikus ke dalam kloset (Sumber: National Geographic Youtube)

Stimulus dari Jerry membuat gerak refleks berupa loncatan gue dari kloset ke dekat ember. Tubuh gue seperti dikendalikan untuk menyiram satu ember penuh air ke dalam lubang kloset itu.

Mampus lu, Jerry! Kelelep air saja hei sana.

Hilang keberadaanya, membuat gue langsung mencari sesuatu benda yang bisa menyumbat lubang kloset kamar mandi gue.

Akhirnya terpilihlah gelas tumbler yang diameternya pas sebagai sumbatan. Karena takut masih bisa tertembus Jerry, gue menciptakan double-protection dengan menambahkan batu-batuan vulkanik yang gue sampling ketika kuliah lapang dulu.

Meski agaknya tercium aroma belerang dari kloset gue, tapi tak apa yang penting Jerry enggak punya kans lagi untuk datang kemari.

Gue panik dan segera meninggalkan singgasana raja dan budaya harian pun terpaksa tak terlaksana.

Suasana hati makin enggak karuan. Kamar mandi gue tak lagi senyaman dulu.

Gue masih cemas dan kembali menelpon sahabat karib untuk memberi update laporan langsung kejadian di lapangan.

Membekasnya Memori Jerry

Gue yakin Jerry sulit untuk kembali. Tapi memori ini masih membekas loh, Jer.

Gue enggak akan bisa lupa bagaimana bentuk dan rupa moncong itu. Setelah kejadian itu gue merasa malas dan terus menahan untuk tidak pupi.

Malam setelah kejadian itu, ada temen gue yang menginap. Gue ceritakan detil kronologisnya sambil melakukan reka adegan yang terjadi. Dia menyuruh gue untuk segera melupakan kejadian itu. Dia juga sudah bersaksi bahwa si Jerry tidak ada lagi setelah menggunakan kloset gue dengan normal.

Tapi mau bagaimanapun gue masih belum bisa lepas dari memori Jerry.

Membekas banget.

Gue tetap menyuruhnya untuk menyumbat kembali lubangnya. Karena ketika suatu saat nanti Jerry berusaha kembali, gue sudah siap dan selalu waspada akan hal itu.

Lesson Learned

Gak ada.

Gue kehilangan budaya apik yang selama ini gue lestarikan. Kualitas pupi yang gue jalani menjadi tidak semenyenangkan dulu.

Tapi jujur deh, bayang-bayang Jerry masih enggak bisa gue lupakan. Bahkan di kloset temen gue yang tak terindikasi keberadaan Jerry juga gue jadi enggak bisa enjoy the process. Jadi terburu-buru dan cemas aja bawaanya.

Ini sekarang gue lagi masa rehabilitasi dan doakan semoga bisa segera melupakan Jerry.

Gitu sih paling.

Abis deh.

Pasti kalian habis ini insecure. Selamat!

--

--

Nanda

A social-introvert and homebody who likes to share story.